Senin, 15 Maret 2010

Perda Kalsel Tentang Pengelolaan Kualitas Air

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN

Menimbang : a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu
dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai
sumber dan penunjang kehidupan;
b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi
kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran
air;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah
Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3225);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)
11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 4161 );
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun
2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 13);
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun
2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 14);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan
hidup.
7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali
air, laut dan air fosil.
8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan
yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan
bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam
jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya
dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,
atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air.
20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau
kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan.
21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi
pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang
diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.

BAB II
WEWENANG
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai
agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan
ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f. memantau kualitas air pada sumber air;
g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta
pengendalian pencemaran air;
c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 4
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian
pencemaran air.
Pasal 6
Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI
Pasal 7
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi
terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemaran.
Pasal 8
(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air

BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air
Pasal 9
(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.
Pasal 10
(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas
pemanfaatan :
a. air minum;
b. air untuk kebutuhan rumah tangga;
c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.

Bagian Kedua
Baku Mutu Air
Pasal 11
(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,
harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh
kegiatan manusia.
(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil
pengkajian peruntukan air.
(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemantauna Kualitas Air
Pasal 12
Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan
dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.

Bagian Keempat
Status Mutu Air
Pasal 13
(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu
air.
(2) Status mutu air dinyatakan :
a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan
sesuai Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air
Pasal 14
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk
melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian
pencemaran air.
(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk menteri.
Pasal 15
Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis
mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16
(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber
air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang.

Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada
sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya
peningkatan mutu air pada sumber air.

Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air
Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya
pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan
melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.

Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air
Pasal 19
(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu
air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui :
a. pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.

Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada
sumber air.
(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,
sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air
limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan
pada sumber air yang bersangkutan.

Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar
tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas
tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air
limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan
mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.

Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran
Pasal 23
(1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air
sasaran.
(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada
sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus
ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.

BAB VII

PERSYARATAN PERIZINAN
Pasal 24
(1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber
air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada
sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan
Gubernur.
(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak
kontrol untuk memudahkan;
c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti
petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah
ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau
kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah
limbah beserta kelengkapannya;
f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda
tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium
lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air
limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya
penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat
usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang
membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan
kewenangannya.

BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 25
(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada
penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.


Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan
Pasal 26
(1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan
sumber pencemaran.
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi
masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas
pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi
terkait lainnya.
Pasal 27
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
Pasal 28
Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber
pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan
untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air
limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.

BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap
memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta
menanggulangi pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya
peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan
memberikan saran dan atau pendapat.





BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal
20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan
atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan
untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.

BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Barangs siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu
limbah nasional.

BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN
Pasal 34
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati /
Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin
pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air
limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.

BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal : 15 Maret 2006
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
H . RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
Pada tanggal 15 Maret 2006
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN,
H. M. MUCHLIS GAFURI
LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2006
NOMOR 2 SERI E NOMOR SERI 1
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

I. UMUM
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak
sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk
berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang dan mendatang. Agar air dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dengan tingkat mutu yang diinginkan maka pengelolaan kualitas air
dan pengendalian pencemaran air di Provinsi Kalimantan Selatan menjadi hal yang
sangat penting.
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat membawa dampak terhadap
pencemaran dan perusakan lingkungan sehingga struktur dan fungsi dasar
ekosistem yang menjadi kehidupan tidak dapat mendukung pembangunan yang
berkelanjutan. Hal ini juga berpengaruh terhadap keberadaan sumber daya air
dengan menurunnya mutu air sebagai akibat terjadinya pencemaran air oleh adanya
usaha atau kegiatan pembangunan yang membuang limbah cairnya ke sumbersumber
air. Pencemaran lingkungan dan atau pencemaran air pada akhirnya akan
menjadi beban masyarakat banyak atau merupakan beban sosial, yang nantinya
masyarakat dan pemerintah pula harus menanggung beban pemulihannya. Keadaan
ini mendorong diperlukannya upaya pengendalian pencemaran air, sehingga resiko
yang diterima dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian pencemaran air tidak dapat dilepaskan dari tindakan
pengawasan dan pematuhan agar ketentuan-ketentuan yang telah diatur bisa ditaati.
Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum yan mengatur, dimana dicantumkan
secara tegas kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung
jawab usaha / kegiatan sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam ikut
memelihara kelestarian sumber-sumber air, sesuai dengan tanggungjawabnya.

II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan pengelolaan kualitas air adalah pengelolaan kualitas
air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya yang dilakukan pada :
a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;
b. mata air yang terdapat diluar hutan lindung ;
c. akuifer air tanah dalam.
Yang dimaksud dengan pengendalian pencemaran air adalah pengendalian
pencemaran air yang dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai
dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penaggulangan
pencematan air serta pemulihan kulalitas air yang dilakukan diluar :
a. sumber air yang terdapat didalam hutan lindung ;
b. mata air yang terdapat diluar hutan lundung ;
c. akuifer air tanah dalam.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Dalam pengendalian, selain melibatkan instansi terkait dapat pula
melibatkan masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) lingkungan, Perusahaan Daerah Air Minum, dan
konsultan masalah air.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha, biayanya
dibebankan kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke
laboratorium. Apabila hasilnya meragukan instansi yang berwenang
yang mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan
pengambilan contoh sendiri dengan biaya APBD.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam pengawasa dan pemantauan, disamping instansi-instansi terkait
juga melibatkan masyarakat khususnya yang tergabung dalam LSM
lingkungan hidup.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengambilan contoh untuk kepentingan pengusaha biayanya dibebankan
kepada pengusaha yang bersangkutan dan dibayarkan ke laboratorium.
Apabila hasil tersebut meragukan, instansi yang berwenang yang
mengendalikan dampak lingkungan dapat melakukan pengambilan
contoh sendiri dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang bersangkutan force majeure adalah suatu keadaan terpaksa
(darurat).
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.

Bagaimana Kita Mengetahui Air yang Tercemar ???

Sebelumnya kita tahu bahwa pencemaran sendiri secara umum dapat diartikan sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,zat,energi,dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam,sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya(UUPLH no.4 tahun 1982).

Jika menelisik dari hal diatas maka saya pribadi berpendapat bahwa hal tersebut juga menjadi gambaran bagaimana kita dapat mengetahui suatu air ataupun badan air seperti sungai tersebut mengalami pencemaran atau tidak.Contohnya saja kita lihat dari UUPLH diatas bahwa pencemaran dapat terjadi karena”masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,zat,energi,dan atau komponen lain”maka dapat diketahui apabila pencemaran air sendiri dapat kita ketahui berdasarkan apa yang ada didalam air tersebut,seperti makhluk hidup yang ada didalamnya(bakteri,tumbuhan air,Plankton,dll),Zat(seperti halnya apa-apa saja zat yang ada didalam air tersebut),Energi(apakah ada peruibahan energi didalam air tersebut,seperti mungkin adanya terjadi perubahan-perubahan suhu didalam air tersebut),ataupun komponen-komponen lain didalam air yang menjadi pendukung untuk kita lebih bisa mengetahui apakah air ataupun badan air seperti sungai mengalami pencemaran atau tidak.

Selain itu ada beberapa hal yang lebih spesifik untuk menggambarkan apakah suatu badan air mengalami pencemaran atau tidak,yaitu dengan melihat dari beberapa zat-zat pencemar didalam air tersebut,diantaranya:

· Padatan

· Bahan buangan yang membutuhkan oksigen

· Mikroorganisme

· Komponen organik sintetik

· Nutrien tanaman

· Minyak

· Senyawa anorganik dan mineral

· Bahan radioaktif

· Panas

Dan adapula sifat-sifat air yang biasannya diuji dan tentunya dapat digunakan untuk menentukan apakah air tercemar atau tidak,diantaranya adalah dengan mengamati dan menguji:

· Nilai PH,keasaman dan alkalinitas

· Suhu

· Warna,bau,dan rasa

· Jumlah padatan

· BOD dan COD

· Pencemaran mikroorganisme Patogen

· Kandungan minyak

· Kandungan logam berat

· Kandungan bahan radioaktif

Selain hal-hal yang telah dijelaskan diatas adapula beberapa car yang dapat dilakukan dalam menganalisis air mengalami suatu pencemaran,yang tentunya analisis ini akn membantu dalm mengidentifikasi suatu air mengalami sebuah pencemaran yang membahayakan atukah tidak,yaitu:

· Identifikasi Pencemar

Secara Langsung

Yaitu dengan mengidentifikasi secara langsung adanya suatu pencemaran melalui penggunaan panca indra,misalkan melalui rasa,bau,kekeruhan,ataupun dengan melihat pertumbuhan tanaman pada air tersebut.

Secara tidak langsung

Yaitu dengan melihat keluhan penduduk dari pengkonsumsian air yang sebelumnya dicurigai mengalami sebuah pencemaran,seperti misalnya keluhan penduduk setelah mengkonsumsi air tersebut mengalami sakit perut,ataupun keluhan-keluhan lain yang dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi pencemaran pada air tersebut.

· Sampling

Sampling ini dilakukan untuk mengamati secara lebih detail lagi dari badan air yang ingin diidentifikasi apakah air tersebut mengalami suatu pencemaran ataukah tidak,adapun cara pengambilan sampling/sampel tersebut adalah minimal mengambil sampel sebanyak 2 lokasi yaitu didaerah badan air bagian hulu dimana dianggap dibagian hulu tersebut air belum tercemar,dan sampel dibagian hilir dimana diperkiran air tersebut telah mengaliami yang namanya penemaran.Dan diushakan bahwa pengambilan sampel untuk bagian air didaerah hilir lebih banyak ketimbang pengambilan sampel pada air bagian hulu.

· Analisis Data

Turbidity(kekeruhan)

Dimana kekeruhan ini biasanya dikarenakan adanya berbagai faktor antara lain seperti adanya debu,lumpur,tanah liat,bahan-bahan organik yang terdapat didalam air,serta mikroorganisme.Kekeruhan tersebutlah yang menjadfikan air menjadi tidak jernih,dan dampak dari tidak jernihnya air ini maka akan berpengaruh pada kehidupan yang ada didalam air tersebut.mengapa?karena dengan keruhnya air maka hal tersebut akan mengakibatkan sinar matahari akan mengalami hambatan untuk masuk kedalam air,hal ini tentu berpengaruh pada tanaman air yang seyogyanyanya sangat membutuhkan sinar matahari untuk mengalami sebuiah proses fotosintesis,dengan terhambatnya kegiatan fotosintesis tersebut maka akan memperlambat tanaman air tersebut untuk menghasilkan oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup yang menghuni badan air tersebut,lalu bagaimana bila tak ada oksigen dalam kehidupan tersebut???anda pasti sudah tahu jawabannya,mungkin kita tidak dapat lagi menemukan kehidupan diair tersebut...

Temperatur

Pengukuran tempratur dapat dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa dan dapat langsung dapat digunakan diperairan atau lokasi yang telah dipilih menjadi lokasi sampling/sampel untuk mengidentifikasi apakah air tersebut mengalami pencemaran atau tidak.

PH

Pengukuran PH dapat dilakukan menggunakan PH meter atau kertasalkmus.Pengukurannya sendiri juga dapat dilakukan secara langsung dilokasi yang telah dipilih menjadi lokasi sampling/sampel air yang akan diidentifikasi apakah berpotensi menjadi air yang mengalami pencemaran.

Dissolved Oksigen(Oksigen Terlarut)

DO dapat diukur menggunakan DO meter,dan sebelum melakukan identifikasi menggunakan DO meter,sebaiknya dilakukan kalibrasi meter sehingga arus listrik yang dicatat sebanding dengan konsentrasi oksigen.

Biological Oxygen Demand

Penggunaan oksigen yang rendah menunjukkan kemungkinan air yang jernih,mikroorganisme tidak tertarik menggunakan bahan organik dan mikroorganisme mati.

Total Solid

Pengukuran menggunakan total solid dilakukan dengan cara penyaringan kemudian pengeringan.Yang mana hal ini dilakukan menggunakan bahan terlarut(dissolved solid) dan tidak terlarut(suspended solid) yang ada di air.

Selain itu ada pula sedikit bahan yang saya dapatkan dari internet mengenai pencemaran lingkungan dan berikut sedikit uraian yang saya rangkum:

Dimana Pencemaran air diartikan disini sebagai suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia.

Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Dan Pencemaran air terjadi apabila dalam air terdapat berbagai macam zat atau kondisi (misal Panas) yang dapat menurunkan standar kualitas air yang telah ditentukan, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu. Suatu sumber air dikatakan tercemar tidak hanya karena tercampur dengan bahan pencemar, akan tetapi apabila air tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tertentu, Sebagai contoh suatu sumber air yang mengandung logam berat atau mengandung bakteri penyakit masih dapat digunakan untuk kebutuhan industri atau sebagai pembangkit tenaga listrik, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk kebutuhan rumah tangga (keperluan air minum, memasak, mandi dan mencuci).

Penyebab

Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda,diantaranya:



  • Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
  • Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem.
  • Industri membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat, toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga mengurangi oksigen dalam air.

Selanjutnya untuk menembah bahan referensi diatas maka saya menambahkan sedikit lagi uraian yang masih berhubungan dengan materi diatas yaitu mengenai apa saja bahan-bahan yang dapat menyebabkan suatu air/badan air menjadi tercmar,dibawah ini penjelasannya:

Bahan Pencemar air
Pada dasarnya Bahan Pencemar Air dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu:

a) Sampah yang dalam proses penguraiannya memerlukan oksigen

yaitu sampah yang mengandung senyawa organik, misalnya sampah industri makanan, sampah industri gula tebu, sampah rumah tangga (sisa-sisa makanan), kotoran manusia dan kotoran hewan, tumbuh­tumbuhan dan hewan yang mati. Untuk proses penguraian sampah­sampah tersebut memerlukan banyak oksigen, sehingga apabila sampah-sampah tersbut terdapat dalam air, maka perairan (sumber air) tersebut akan kekurangan oksigen, ikan-ikan dan organisme dalam air akan mati kekurangan oksigen. Selain itu proses penguraian sampah yang mengandung protein (hewani/nabati) akan menghasilkan gas H2S yang berbau busuk, sehingga air tidak layak untuk diminum atau untuk mandi.
b) Bahan pencemar penyebab terjadinya penyakit,

yaitu bahan pencemar yang mengandung virus dan bakteri misal bakteri coli yang dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan (disentri, kolera, diare, types) atau penyakit kulit. Bahan pencemar ini berasal dari limbah rumah tangga, limbah rumah sakit atau dari kotoran hewan/manusia.
c) Bahan pencemar senyawa anorganik,

mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh seperti ginjal, hati, limpa saluran pencernaan lainnya sehingga mengganggu fungsi organ tubuh tersebut.

d) Bahan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme,

yaitu senyawa organik berasal dari pestisida, herbisida, polimer seperti plastik, deterjen, serat sintetis, limbah industri dan limbah minyak. Bahan pencemar ini tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme, sehingga akan menggunung dimana-mana dan dapat mengganggu kehidupan dan kesejahteraan makhluk hidup.

e) Bahan pencemar berupa makanan tumbuh-tumbuhan seperti senyawa nitrat,

senyawa fosfat dapat menyebabkan tumbuhnya alga (ganggang) dengan pesat sehingga menutupi permukaan air. Selain itu akan mengganggu ekosistem air, mematikan ikan dan organisme dalam air, karena kadar oksigen dan sinar matahari berkurang. Hal ini disebabkan oksigen dan sinar matahari yang diperlukan organisme dalam air (kehidupan akuatik) terhalangi dan tidak dapat masuk ke dalam air.

f) Bahan pencemar berupa zat radioaktif, dapat menyebabkan penyakit kanker,

merusak sel dan jaringan tubuh lainnya. Bahan pencemar ini berasal dari limbah PLTN dan dari percobaan-percobaan nuklir lainnya.

g) Bahan pencemar berupa endapan/sedimen,

seperti tanah dan lumpur akibat erosi pada tepi sungai atau partikulat-partikulat padat/lahar yang disemburkan oleh gunung berapi yang meletus, menyebabkan air menjadi keruh, masuknya sinar matahari berkurang, dan air kurang mampu mengasimilasi sampah.
h) Bahan pencemar berupa kondisi (misalnya panas).

berasal dari limbah pembangkit tenaga listrik atau limbah industri yang menggunakan air sebagai pendingin. Bahan pencemar panas ini menyebabkan suhu air meningkat tidak sesuai untuk kehidupan akuatik (organisme, ikan dan tanaman dalam air). Tanaman, ikan dan organisme yang mati ini akan terurai menjadi senyawa-senyawa organik. Untuk proses penguraian senyawa organik ini memerlukan oksigen, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam air.


Secara garis besar bahan pencemar air tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi:


1. Bahan pencemar organik, baik yang dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat mengalami penguraian.
2. Bahan pencemar anorganik, dapat berupa logam-logam berat, mineral (aram-garam anorganik seperti sulfat, fosfat, halogenida, nitrat)
3. Bahan pencemar berupa sedimen/endapan tanah atau lumpur.
4. Bahan pencemar berupa zat radioaktif( Bahan pencemar berupa panas).

Sumber:

Anonim,http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_air,Diakses pada tanggal 11 Maret 2010 pada pukul 09.42

Blogger,http://rony-irawan.blogspot.com/2009/12/sumber-dan-bahan-pencemar-air.html,Diakses pada tanggal 11 Maret 2010 pada pukul 10.16

 
About ME
::..MELUPAKANMU ADALAH BEBAN TERBERAT DALAM HIDUPKU ..::
Chat


ShoutMix chat widget
JUDUL BOX 3
JUDUL BOX 4